HUKUM MERAMPAS TANAH DAN AZAB DIBALAS PADA HARI KIAMAT! | Ketika seseorang telah menjaga harta bendanya dengan baik,namun ada saja orang-orang yg tidak puas atas harta yang dimilikinya sendiri.Banyak di antara kita yg mengambil hak orang lain,bahkan secara paksa.Tanah,misalnya.
Tanah walau pun pada hakikatnya itu milik Allah,tapi Allah sudah menitipkan setiap bagiannya pada orang-orang yg dikehendaki.Jangan sampai di antara kita malah mengambil hak orang lain.Sebab,orang yg mengambil tanah secara paksa walau sejengkal pun ada ganjarannya dari Allah SWT yg akan didapat di hari kiamat kelak.
Dalam Ash-Shahihain,dari Sa’ad bin Zaid dan selainnya,dari Nabi SAW bersabda,“Barangsiapa mengambil sejengkal tanah secara dalim,maka Allah akan mengalunginya dengan tujuh bumi (pada hari kiamat),”(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Itulah ganjaran yg akan diperoleh oleh orang yg mengambil tanah orang lain secara paksa.Bukan hanya satu,melainkan tujuh bumi dikalungkan padanya.Sungguh tak terbayang seperti apa sakitnya.Bahkan,kita pun menyadari seperti apa luasnya bumi.Apalagi jika tujuh bumi sekaligus,dan itu berada di leher kita.Naudzubillah.
Merampas Tanah dan Mengubah Tanda Batas Tanah
Merampas
tanah adalah sebuah perbuatan zhalim yang banyak terjadi di masyarakat,
termasuk juga dilakukan oleh banyak petani. Perbuatan ini banyak
dianggap sebagai perkara yang sepele pada masa sekarang. Mereka para
pelaku perbuatan ini menganggap remeh perkara ini bahkan menganggap hal
yang biasa terjadi di masyarakat. Padahal merampas tanah termasuk suatu
perbuatan yang tergolong dosa besar dan pelakunya diancam di akherat
dengan adzab yang keras dan pedih akherat.
Mengenai masalah mengambil tanah orang lain tanpa izin pemiliknya ada beberapa hadits yang akan disebutkan diantaranya;
1.Hadits yang diriwayatkan dari ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha bahwasanya telah bersabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ ظَلَمَ قِيْدَ شِبْرٍ مِنَ الأَرْضِ طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِيْنَ
“Barang
siapa yang berbuat zhalim (dengan mengambil) sejengkal tanah maka dia
akan dikalungi (dengan tanah) dari tujuh lapis bumi.” [1]
2.Hadits yang diriwayatkan dari Sa’id bin Zaid rodhiyallohu ‘anhu bahwasanya Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam berasabda:
مَنْ ظَلَمَ مِنَ الأَرْضِ شَيْئًا طُوِّقَهُ مِنْ سَبْعِ أَرَضِيْنَ
“Barang siapa yang mengambil sejengkal tanah secara zhalim maka dia akan dikalungit (dengan tanah) dari tujuh lapis bumi.”[2]
3.Hadits
yang diriwayatkan dari Abdullah bin Umar rodhiyallohu ‘anhuma, dia
berkata bersabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ أَخَذَ مِنَ الأَرْضِ شَيْئًا بِغَيْرِ حَقِّهِ خُسِفَ لَهُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَى سَبْعِ أَرَضِيْنَ
“Barang
siapa yang mengambil tanah (meskipun) sedikit tanpa haknya maka dia
akan ditenggelamkan dengan tanahnya pada hari kiamat sampai ke dasar
tujuh lapis bumi.”[3]
4.Hadits
yang diriwayatkan dari Ya’la bin Murrah rodhiyallohu ‘anhu, dia berkata
telah bersabda Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam:
أَيُّمَا
رَجُلٍ ظَلَمَ شِبْرًا مِنَ الأَرْضِ كَلَّهُ اللهُ عَزَّ وَ جَلَّ أَنْ
يَحْفِرَهُ حَتَّى يَبْلُغَ آخِرَ سَبْعِ أَرَضِيْنَ, ثُمَّ يُطَوِّقَهُ
إَلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ حَتَّى يَقْضَى بَيْنَ النَّاسِ
“Siapa
saja orang yang menzhalimi (dengan) mengambil sejengkal tanah (orang
lain), niscaya Alloh akan membebaninya hingga hari kiamat dari tujuh
lapis bumi, lalu Alloh akan mengalungkannya (di lehernya) pada hari
kiamat sampai seluruh manusia diadili.”[4]
5.Hadits
yang diriwayatkan dari Ibnu Tsabit rodhiyallohu ‘anhu, ia berkata; aku
mendengar Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَخَذَ اَرْضًا بِغَيْرِ حَقِّهَا كُلِّفَ أَنْ يَحْمِلَ تُرَابَهَا إِلَى الْمَحْشَرِ
“Barangsiapa
yang mengambil tanah tanpa ada haknya, maka dia akan dibebani dengan
membawa tanahnya (yang dia rampas) sampai ke padang mahsyar”[5]
Itulah
beberapa hadits yang menerangkan tentang masalah merampas atau
mengambil tanah yang dapat di ambil banyak pelajaran, diantarnya:
Kerasnya siksa bagi pelakunya
Berkata
Syaikh Salim Al-Hilali menerangkan bentuk adzabnya: “Maksud dari
dikalungi dari tujuh lapis bumi adalah Alloh membebaninya dengan apa
yang dia ambil (secara zhalim) dari tanah tersebut, pada hari kiamat
sampai ke padang mahsyar dan menjadikannya sebagaimana membebani di
lehernya atau dia disiksa dengan menenggelamkan ke tujuh lapis bumi, dan
mengambil seluruh tanah tersebut dan dikalungkan di lehernya.”[6]
Semantara
Syaikh Abdullah Al-Bassam menjelaskan: “Oleh karena itu Nabi
shollallohu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwasanya barangsiapa yang
mengambil tanah orang tanpa izinnya (merampasnya) baik sedikit ataupun
banyak maka dia datang pada hari kiamat dengan adzab yang berat, dimana
lehernya menjadi keras dan panjang kemudian dikalungkan tanah yang
dirampasnya dan apa yang berada di bawahnya sampai tujuh lapis bumi
sebagai balasan baginya yang telah merampas tanah.”[7]
Demikian
juga Syaikh Utsaimin menjelaskan bagaimana adzab bagi orang yang
merampas tanah orang lain dengan mengatakan: “Manusia jika merampas
sejengkal tanah maka dia akan dikalungi dengan tujuh lapis bumi pada
hari kiamat, maksudnya menjadikan baginya kalung pada lehernya, kita
berlindung kepada Alloh, dia membawanya di hadapan seluruh manusia, di
hadapan seluruh makhluk, dia dihinakan pada hari kiamat.”[8]
Sebuah Kezhaliman dan Dosa Besar
Merampas
tanah merupakan kezhaliman, termasuk dosa besar dan kita harus
menghindarinya baik sedikit ataupun banyaknya, sempit maupun luasnya
karena tetap saja itu haram dan merupakan dosa besar.
Berkata
Syaikh Al Utsaimin rohimallohu, “Hadits ini memberikan contoh jenis
dari macam-macam perbuatan zhalim yaitu kezhaliman dalam masalah tanah,
dan masalah merampas tanah termasuk dosa besar.
Dan
sabdanya (sejengkal tanah) bukanlah ini bentuk penentuan kadar tetapi
bentuk mubalaghah (kiasan) yaitu berarti jika merampas kurang dari
sejengkal tanah juga tetap dikalungkan. Orang arab menyebutkannya
sebagai bentuk mubalaghah yaitu walaupun sekecil apa pun maka akan
dikalungkan kepadanya pada hari kiamat.”[9]
Syaikh
Saliem mengaskan: “Kandungan dari hadits (di atas) adalah janganlah
meremehkan kezhaliman meski sekecil apapun (walaupun Cuma merampas
sejengkal tanah), dan merampas tanah termasuk dosa besar.”[10]
Pemilik bagian atas dan bawahnya
Dari
hadits-hadits di atas juga dapat diambil pelajaran bahwa orang yang
memiliki tanah maka dia memiliki juga bagian bawah sampai tujuh lapis
bumi dan juga bagian atas berupa ruang udara.
Syaikh
Utsaimin rohimallohu menjelaskan: “Di dalam Hadits ini (hadits ‘Aisyah)
menunjukkan dalil bahwa orang memiliki tanah maka dia memiliki juga
(tanah) bagian bawahnya sampai tujuh lapis bumi, tidaklah boleh
seseorang melubangi kecuali dengan izinnya. Misalkan kamu ditakdirkan
mempunyai tanah seluas tiga meter persegi dan sekeliling (tanahmu)
adalah tanah milik tetanggamu, kemudian tetanggamu bermaksud untuk
membuat lubang/terowongan diantara tanahnya, dan melewati bagian bawah
tanahmu maka tidaklah dia dibenarkan dalam hal ini karena kamu memiliki
tanah dan apa saja yang berada di bawah tanah tersebut sampai tujuh
lapis bumi. Sebagaimana juga ruang udara (di atas tanahmu) adalah
milikmu sampai ke langit. Maka seseorang tidak bisa untuk membangun atap
kecuali dengan izinmu. Oleh karena itu berkata ulama, ‘Udara itu
mengikuti apa yang tetap (tanah), dan tanah itu sampai tujuh lapis bumi.
Jadi seseorang (yang memiliki tanah) mempunyai bagian atas bagian bawah
(dari tanahnya), tidak boleh seseorang (merampasnya).
Berkata
Syaikh ‘Utsaimun menyebutkan bahwa para ulama berkata, ‘Seandainya
tetanggamu memiliki pohon, kemudian dahannya memanjang ke tanahmu dan
ranting-rantingnya menjadi menutupi tanahmu, maka sesungguhnya
tetanggamu harus membenggokkan (dahan tersebut) dari tanahmu, jika tidak
memungkinkan untuk dibengkokkan maka (dahan tersebut) harus dipotong,
kecuali kamu mengizinkan keberadaannya, karena ruang udara (di atas
tanahmu) adalah milikmu, mengikuti (kepemilikkan) apa yang tetap
(tanah).”[11]
Berkata
Syaikh Saliem: “Barangsiapa memiliki tanah, maka berarti dia
memilikinya dari bawah sampai atas. Dan dia berhak melarang orang
menggali bagian yang berada di bawah tanahnya, baik berupa lubang
ataupun sumur tanpa meminta izin dan persetujuan darinya. Dan dia juga
merupakan pemilik tambang dan barang-barang berharga berharga
dibawahnya. Dia boleh memperdalam lubang di bawah tanahnya sekehendak
hatinya selama tidak membahayakan orang lain yang bertetangga
dengannya.”[12]
Kemudian
Syaikh Abdullah Al-Bassam melanjutkan penjelasannya: “Pelajaran yang
bisa diambil dari hadits ini (Hadits Aisyah rodhiyallohu ‘anha): Bahwa
perampasan tanah itu adalah haram baik sedikit maupun banyak, inilah
faidah penyebutan kata sejengkal tanah, Benda yang diam (tanah)
merampasnya dengan cara menguasainya. Berkata Al-Qurthubi : “Dari hadits
ini memungkinkan merampas tanah termasuk dosa besar.”, dan Sesungguhnya
orang yang memiliki permukaan tanah dia juga memiliki bagian bawahnya
maka tidak boleh seseorang melubangi dari bawah atau membuat lubang atau
sumur atau selainnya (ditanah orang lain).” [13]
Bumi terdiri dari tujuh lapis
Dalam
hadits di atas juga terdapat pelajaran bahwa bumi itu tersusun dari
tujuh lapis sebagimana langit yang terdiri lapis, berkata Syaikh Saliem:
“Bumi ini terdiri dari tujuh lapis, yang antara satu lapisan dengan
yang lainnya tidak saling terpisah. Seandainya lapisan tanah itu
terpisah-pisah, niscaya cukup bagi perampas tanah untuk dikalungi tanah
yang dirampasnya saja, karena terpisahannya dari tanah yang berada di
bawahnya. Wallohu a’lam. Tanah tujuh lapis itu bertingkat-tingkat
sebagaimana halnya dengan langit. Hal itu tampak pada lahiriyah firman
Alloh subhanahu wa ta’ala








Berkata
Syaikh Al Utsaimin rohimallohu: “Kesempurnaan siksa yang lain (selain
laknat dari Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam) adalah apa yang
disebutkan dalam hadits ini (Hadits ‘Aisyah rodhiyallohu ‘anha) bahwa
jika seseorang merampas sejengkal tanah saja maka dia akan dikalungi
dengan (tanah yang dirampas) sampai tujuh lapis bumi pada hari kiamat,
karena bumi itu terdiri dari tujuh lapis, sebagaimana yang datang dari
as-Sunnah yang jelas, dan sebagaimana yang Alloh subhanahu wa ta’ala
sebutkan di dalam al-Quran yaitu yang ditunjukkan dalam firman-Nya
subhanahu wa ta’ala:








“Alloh-lah yang menciptakan tujuh lapis langit dan begitu pula bumi.” (QS. Ath Thalaq : 12)
dan
sudah ketahui bahwa permisalan di sini bukanlah bentuknya, karena di
antara langit dan bumi terdapat perbedaan yang jauh. Langit jauh lebih
besar , lebih luas dan lebih agung dari bumi. Alloh subhanahu wa ta’ala
berfirman:






“Dan langit itu dibangun dengan dengan tangan.” (Adz Dzariyat: 47) , maksudnya dengan kuat dan Alloh subhanahu wa ta’ala berfirman:
Pengubahan Tanda Batas Tanah
Kemudian
masalah yang kedua adalah merubah tanda batas tanah. Dalil tentang
larangan merubah tanda batas adalah hadits yang diriwayatkan dari Ali
bin Abi Thalib ra, dia berkata: ” Rosululloh memberitahukan kepadaku empat kalimat
لَعَنَ
اللهُ مُنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللهِ, لَعَنَ اللهُ مَنْ لَعَنَ وَالِدَيْهِ,
لَعَنَ اللهُ مَنَ آوَى مُحْدِثًا, لَعَنَ اللهُ مَنْ غَيَّرَ مَنَارَ
الأَرْضِ
,
‘Alloh melaknat orang yang menyembelih bagi selain Alloh; Alloh melaknat
orang yang melaknat kedua orang tuanya; Alloh melaknat orang yang
memberi perlidungan orang yang mengada-adakan sesuatu yang baru
(bid’ah); dan Alloh melaknat orang yang merubah tanda batas tanah.” (HR. Imam Muslim dari berbagai jalur).
Perkataan Alloh melaknat maksudnya penjauhan dari rahmat Alloh .
Berkata Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab rohimahulloh: “Alloh melaknat orang yang merubah tanda batas tanah (Manarul Ardhi) yaitu
tanda atau simbol yang membedakan antara tanah yang menjadi hakmu dan
menjadi hak tetanggamu, kemudian kamu merubah batasnya dengan memajukan
tanda tersebut atau memundurkannya.”[16]
Berkata Syaikh Al-Utsaimin rohimallohu: “Perkataan ‘Manarul Ardhi’
berarti tanda-tanda pembatas tanah yang telah ditetapkan antar tetangga
(antar para pemilik tanah). Siapa yang mengubahnya secara zhalim maka
dia terlaknat. Berapa banyak orang yang mengubah batas tanah, apalagi
apabila nilai jual tanah itu tinggi, tanahnya subur dengan lokasi yang
strategis. Mereka tidak tahu bahwa Nabi bersabda: “Barangsiapa mengambil
tanah secara zhalim maka dia akan dibenamkan ke dalam tujuh lapis
bumi.” Jadi masalah ini tidak bisa dianggap enteng. Padahal orang yang
menyerobot tanah dan mengubah tanda pembatas tanah serta mengambil
sesuatu yang bukan haknya tidak tahu bahwa ternyata dia tidak dapat
mengambil manfaat dari tanah yang diserobotnya itu karena keburu
meninggal dunia sebelum dapat mengambil manfaat darinya atau kemungkinan
dia mendapat bencana dari apa yang dia ambilnya.
Kesimpulannya,
hadits ini merupakan dalil bahwa mengubah tanda batas tanah termasuk
dosa besar, karena itulah Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam
menggabungkan dengan syirik, durhaka kepada kedua orang tua, dan
perbuatan bid’ah. Ini menunjukkan yang demikian itu merupakan masalah
yang besar, yang harus dihindari oleh manusia dan hendaknya dia takut
kepada Alloh.” [17]
Solusi dari dua masalah di atas:
Bagi para perampas tanah orang lain maka wajib bagi dia mengembalikan tanah yang dia ambil itu kepada pemiliknya.
Berkata
Syaikh Abdul Azhim Al Badawi: “Barangsiapa yang merampas tanah kemudian
menanaminya atau membangun di dalam tanah tersebut, maka diharuskan
untuk mencabut tanamannya dan menghancurkan bangunannya. Karena sabda
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam:
لَيْسَ لِعِرْقٍ ظَالِمٍ حَقٌّ
Dan
apabila dia menanam tanamannya dengan biaya, maka dia mengambil
biayanya dan tanaman bagi pemilik tanah. Dari Rafi’ bin Khudaij
rodhiyallohu ‘anhu Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ زَرَعَ فِيْ أَرْضِ قَوْمٍ بِغَيْرِ إِذْنِهِمْ فَلَيْسَ لَهُ مِنَ الزَّرْعِ شَيْءٌ, وَ لَهُ نَفَقَتُهُ
“Barangsiapa
menanam di tanah suatu kaum dengan tanpa izin mereka maka tidak ada
baginya (hak) dari tanamanitu sedikitpun, dan baginya biaya
penanamannya.” [19]
Berkata Syaikh Abu Bakar Al-Jazairi[20]:
“Jika barang yang dirampas berupa tanah, kemudian perampas membangun
rumah di atasnya ataupun menanam tanaman di atasnya maka rumah tersebut
harus dirobohkan/dihancurkan dan tanaman itu harus dicabut, dan tanah
tersebut harus diperbaiki kerena kerusakan yang disebabkan pembangunan
rumah dan penanaman tanaman tersebut. Atau rumah itu tidak dirobohkan
dan tanaman tersebut tidak dicabut, sebagai gantinya perampas meminta
ganti atas biaya pembangunan rumah tersebut atau biaya penanaman tanaman
tersebut namun itupun jika pemilik tanah menyetujuinya. Karena
Rosululloh shollallohu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Perkataan
beliau juga diperkuat dengan hadits dari Urwah bin Az-Zubair, dia
berkata: telah berkata seorang dari sahabat Rosululloh berkata:
sesungguhnya ada dua orang bertengkar mengadu kepada Rosululloh
shollallohu ‘alaihi wa sallam tentang masalah tanah. Salah seorang di
antara mereka telah menanam pohon kurma di atas tanah milik yang lain.
Maka Rosululloh memutuskan tanah tetap menjadi milik si empunya dan
menyuruh pemilik pohon kurma untuk mencabut pohon kurmanya dan beliau
bersabda:
“Akar yang zhalim tidak mempunyai hak.”
Demikianlah
penjelasan dari masalah ini, semoga petani bisa menghindarinya, karena
masalah ini sering terjadi di masyarakat dan hendaknya berhati-hati
darinya karena termasuk dosa besar dan ancaman siksanya sangat keras dan
pedih. Dan apabila diantara kita ada yang telah melakukan perampasan
tanah maka segeralah dikembalikan tanah rampasan tersebut sebelum
menjadi siksa di akherat. Marilah kita berusaha dengan cara yang halal
dan baik dan janganlah kita memberi makan keluarga dengan cara yang
haram dan bathil. Firman Alloh subhanahu wa ta’ala:





“Dan janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian di antara kalian dengan jalan yang bathil.” (QS. Al-Baqarah : 188).
0 comments:
Post a Comment